Mengatasi Biang dan Perteluran Ayam Laga
April 28, 2019
Edit
Pada kasus yang disebabkan oleh kualitas pullet yang kurang baik ditandai dengan ciri-ciri memiliki berat badan dan keseragaman pullet yang rendah. Keseragaman pullet yang rendah ini dapat mengakibatkan ketidakseragaman awal produksi dan tidak seragamnya ukuran telur yang dihasilkan. Ciri lainnya, lamanya mencapai dewasa kelamin sehingga awal produksi menjadi terlambat. Adanya pullet yang mempunyai jarak tulang pubis yang sempit juga menjadi ciri tersendiri yang mengakibatkan ayam tersebut mempunyai ukuran telur yang lebih kecil.
Nutrisi ransum dan air minum Kualitas ransum yang buruk, nutrisinya kurang atau tidak seimbang serta ransum yang mengandung zat racun/antinutrisi dapat menyebabkan penurunan produksi telur. Demikian halnya dengan kecukupan air minum. Ukuran dan berat telur juga dipengaruhi oleh nutrisi ransum seperti protein, asam amino tertentu seperti methionine dan lysine, energi, lemak total dan asam lemak esensial seperti asam linoleat. Tidak terpenuhinya kebutuhan dari salah satu nutrisi tersebut melalui asupan ransum, maka akan mengurangi berat telur.
Bahkan jika hal tersebut terjadi pada petelur produksi sebelum umur 40 minggu, bisa berakibat pada penurunan jumlah produksi telur. Ayam laga juga membutuhkan asupan kalsium (Ca) yang cukup tinggi di masa produksi. Jika sediaan Ca di dalam tubuh ayam tidak tercukupi, maka jumlah produksi akan menurun dan pembentukan kerabang telur pun dapat terganggu. Akibatnya kerabang telur lembek. Asupan Ca juga mempengaruhi warna kerabang telur. Jika kadar Ca rendah atau tidak cukup maka sekresi phorpyrin saat pengecatan kerabang telur akan berkurang akibatnya warna kulit telur menjadi lebih putih.
Selain itu, harus diperhatikan pula keseimbangan antara Ca dan P (fosfor), dimana perbandingannya adalah 5-6 : 1. Peranan Ca dan P saling terkait dan mempunyai hubungan yang menunjang satu sama lain. Disamping itu penggunaan Ca dan P akan lebih efisien bila dalam ransum cukup mengandung vitamin D. Vitamin D ini diperlukan untuk mengabsorbsi unsur Ca dan P dalam tubuh ayam.
Selain vitamin D, dibutuhkan pula vitamin lain yang diperlukan untuk menyusun telur dan mengantisipasi efek stres yang mungkin timbul sehingga mengganggu produksi telur. Nutrisi yang juga penting untuk diperhatikan kadarnya dalam ransum ialah mineral garam (NaCl). Pemberian kadar garam yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan produksi telur. Ayam yang kurang mengkonsumsi garam akan menunjukkan gejala rontok bulu (mematuk ayam lain, mematuk bulunya sendiri) atau mengalami penurunan nafsu makan. Sebaliknya ayam yang mengkonsumsi terlalu banyak garam, akan meningkatkan konsumsi air minumnya dan menurunkan konsumsi ransum. Akibatnya nutrisi yang dibutuhkan untuk membentuk telur berkurang dan penurunan produksi pun akan terjadi. Berikan ransum dengan kadar garam 0,3-0,4% (www.daff.gov.za ).
Seringkali kasus ketidakseimbangan nutrisi berdampak pada pencapaian berat badan (BB) ayam yang tidak sesuai dengan standar. Saat memasuki masa produksi, ayam dengan BB di bawah standar tidak akan memulai produksi telur dan jika berproduksi pun akan dihasilkan telur berukuran kecil dalam waktu yang relatif lama. Bentuk telur kecil (abnormal) (Sumber : Dok. Medion)
Selain itu, periode produksi menjadi mundur dengan jumlah produksi yang rendah. Begitu juga sebaliknya, pertumbuhan BB yang melebihi standar akan menyebabkan produksi telur menjadi turun dengan ukuran telur yang besar. Selain itu juga sering memicu terjadinya kasus prolapsus. Kejadian prolapsus tentunya akan sangat berakibat fatal karena berdampak pada kerusakan permanen saluran telur sehingga ayam berhenti berproduksi. Adanya timbunan lemak tersebut juga akan menghambat proses pembentukan telur (produksi telur rendah).
Manajemen pemeliharaan
Kegagalan manajemen pemeliharaan ayam laga tak pelak lagi juga mengakibatkan penurunan jumlah produksi dan kualitas telur. Tindakan manajemen tersebut mencakup banyak hal, antara lain
sebagai berikut :
1. Kurangnya pencahayaaan atau tidak cukupnya intensitas cahaya
Ayam yang sudah memasuki masa produksi telur, membutuhkan 16 jam pencahayaan untuk memelihara jumlah produksi telur tetap optimal. Faktor pencahayaan saat masa pullet juga berhubungan erat dengan pencapaian berat, ukuran telur dan kematangan saluran reproduksi. Secara umum ayam yang mengalami kematangan seksual terlalu dini (belum cukup umur) akan memproduksi telur dengan ukuran kecil. Demikian juga sebaliknya ketika kematangan seksual terlambat, maka ayam akan memproduksi telur dengan ukuran besar (abnormal).
Atur program pencahayaan dalamkandang (Sumber : www.trobos,com)
2. Faktor stres
Stres dapat menyebabkan turunnya produksi telur. Stres yang biasa terjadi meliputi stres akibat perubahan cuaca/suhu (kedinginan atau kepanansan), pindah kandang, serangan parasit dan perlakuan kasar. Stres yang ditimbulkan akibat suara gaduh atau perlakuan kasar dapat menyebabkan proses pembentukkan kerabang telur tidak berlangsung secara sempurna.
Kedinginan adalah stres yang paling sering terjadi selama musim penghujan. Dalam kondisi ini pencahayaan berkurang dan berakibat tidak terangsangnya hormon reproduksi untuk memproduksi telur. Sebaliknya stres akibat cuaca panas, menyebabkan ayam lebih banyak minum dan mengurangi aktivitas konsumsi ransum sehingga kebutuhan nutrisi untuk pembentukan telur tidak terpenuhi.
Kondisi ini dapat menyebabkan produksi telur turun, demikian pula dengan kualitasnya. Selama cuaca panas, ayam akan melakukan panting (megap-megap) sehingga mengeluarkan banyak karbondioksida (CO 2). Pada pembentukan telur, CO 2 diperlukan untuk membentuk kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang berguna untuk menyusun kerabang telur. Akibat CO 2 berkurang maka kerabang akan lebih tipis dan mudah retak.
Mengatasi Berbagai Problematika Produksi Telur
Berdasarkan berbagai faktor yang telah dijabarkan di atas, maka tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan produksi telur ialah :
Faktor infeksius
Untuk mengatasi masalah penurunan produksi yang bekaitan dengan faktor infeksius, dalam hal ini kita harus mencegah terjadinya infeksi penyakit melalui pelaksanaan program vaksinasi dan penerapan biosekuriti. Untuk mengatasi kasus karena infeksi penyakit seperti ND, AI, EDS dan IB, lakukan program vaksinasi sesuai kondisi peternakan setempat. Untuk ayam laga yang telah memasuki masa produksi, sebaiknya lakukan pula monitoring titer antibodi ND, AI, EDS dan IB secara rutin.
Faktor noninfeksius
Perbaiki manajemen pemeliharaan Lakukan kontrol berat badan (BB) ketika periode starter dan grower (pullet ) serta usahakan agar ayam tidak terlalu gemuk atau terlalu kurus (± 10% dari berat badan standar)
Atur program pencahayaan.
Telur kecil yang disebabkan karena tingkat kematangan seksual terlalu dini, biasanya sulit untuk diatasi karena organ reproduksinya sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Untuk memperoleh telur dengan ukuran yang optimal, jangan memberi tambahan cahaya pada ayam periode grower sebelum ayam tersebut mencapai BB 1550-1600 gram (siap berproduksi)
Ciptakan kondisi yang nyama selama masa pemeliharaan.
Sediakan air minum dan tempat minum dalam jumlah yang cukup, buka tirai lebar-lebar, pasang kipas angin, ganti sekam yang basah, dan lakukan penyemprotan kandang dengan menggunakan desinfektan seperti Antisep atau Neo Antisep.
Selain itu juga harus menghindarkan dan meminimalkan faktor penyebab stres pada ayam seperti cuaca panas atau suara gaduh. Jika perlu, ayam dipuasakan makan 1-2 jam selama cuaca panas pada siang hari untuk mengurangi panas yang dikeluarkan oleh tubuhnya
Ciptakan kondisi kandang yang nyaman untuk ayam (Sumber : Dok. Medion)
Penuhi kebutuhan nutrisi ransum
Berikan ransum dengan nutrisi yang sesuai kebutuhan ayam di tiap periode pemeliharaannya terutama untuk kandungan protein, asam amino, energi, asam lemak, kalsium, fosfor dan vitamin D (karena sangat berperan pada pembentukan telur).
Untuk mengatasi kekurangan Ca, dapat ditambahkan grit (tepung kulit kerang) dalam ransum. Grit merupakan sumber kalsium yang baik.
Pada ayam umur 3-10 minggu, grit diberikan sebanyak 3 g/ ekor/hari, dengan ukuran grit berdiameter 2-3 mm. Sedangkan pada umur > 10 minggu, berikan grit sebanyak 4-5 g/ekor/hari dengan ukuran grit berdiameter 3-5 mm
Perlu diingat juga bahwa penyerapan Ca oleh tubuh ayam dipengaruhi oleh kecukupan vitamin D. Oleh sebab itu selain pemberian grit , perlu ditambahkan juga suplemen vitamin seperti Strong Egg atau Egg Stimulant. Egg Stimulant juga berguna untuk mempercepat tercapainya produksi telur yang maksimal sekaligus mempertahankan produksi telur tetap tinggi. Selain itu, suplementasi asam amino (methionine dan lysine), khususnya yang terkandung dalam Aminovit dan Top Mix mampu menambah produksi dan berat telur. Bila kualitas ransum kurang baik, tambahkan Top Mix untuk meningkatkan kualitasnya.
Mempertahankan produksi telur sesuai dengan standar memang membutuhkan berbagai tindakan penanganan yang tepat. Jika peternak merasakan mulai terjadi penurunan produksi telur, segera lakukan anamnesa disertai dengan pembacaan recording produksi sebagai langkah awal diagnosa. Pada penurunan produksi yang disebabkan oleh faktor infeksi penyakit, langkah selanjutnya ialah dengan mengamati gejala klinis yang tampak, perubahan patologi anatomi yang terjadi dan lakukan pemeriksaan uji laboratorium untuk meneguhkan diagnosa.
Langkah-langkah tersebut penting dilakukan untuk mendeteksi secara dini penyebab turunnya produksi sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut melalui program antisipasi yang tepat.
Nutrisi ransum dan air minum Kualitas ransum yang buruk, nutrisinya kurang atau tidak seimbang serta ransum yang mengandung zat racun/antinutrisi dapat menyebabkan penurunan produksi telur. Demikian halnya dengan kecukupan air minum. Ukuran dan berat telur juga dipengaruhi oleh nutrisi ransum seperti protein, asam amino tertentu seperti methionine dan lysine, energi, lemak total dan asam lemak esensial seperti asam linoleat. Tidak terpenuhinya kebutuhan dari salah satu nutrisi tersebut melalui asupan ransum, maka akan mengurangi berat telur.
Bahkan jika hal tersebut terjadi pada petelur produksi sebelum umur 40 minggu, bisa berakibat pada penurunan jumlah produksi telur. Ayam laga juga membutuhkan asupan kalsium (Ca) yang cukup tinggi di masa produksi. Jika sediaan Ca di dalam tubuh ayam tidak tercukupi, maka jumlah produksi akan menurun dan pembentukan kerabang telur pun dapat terganggu. Akibatnya kerabang telur lembek. Asupan Ca juga mempengaruhi warna kerabang telur. Jika kadar Ca rendah atau tidak cukup maka sekresi phorpyrin saat pengecatan kerabang telur akan berkurang akibatnya warna kulit telur menjadi lebih putih.
Selain itu, harus diperhatikan pula keseimbangan antara Ca dan P (fosfor), dimana perbandingannya adalah 5-6 : 1. Peranan Ca dan P saling terkait dan mempunyai hubungan yang menunjang satu sama lain. Disamping itu penggunaan Ca dan P akan lebih efisien bila dalam ransum cukup mengandung vitamin D. Vitamin D ini diperlukan untuk mengabsorbsi unsur Ca dan P dalam tubuh ayam.
Selain vitamin D, dibutuhkan pula vitamin lain yang diperlukan untuk menyusun telur dan mengantisipasi efek stres yang mungkin timbul sehingga mengganggu produksi telur. Nutrisi yang juga penting untuk diperhatikan kadarnya dalam ransum ialah mineral garam (NaCl). Pemberian kadar garam yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan produksi telur. Ayam yang kurang mengkonsumsi garam akan menunjukkan gejala rontok bulu (mematuk ayam lain, mematuk bulunya sendiri) atau mengalami penurunan nafsu makan. Sebaliknya ayam yang mengkonsumsi terlalu banyak garam, akan meningkatkan konsumsi air minumnya dan menurunkan konsumsi ransum. Akibatnya nutrisi yang dibutuhkan untuk membentuk telur berkurang dan penurunan produksi pun akan terjadi. Berikan ransum dengan kadar garam 0,3-0,4% (www.daff.gov.za ).
Seringkali kasus ketidakseimbangan nutrisi berdampak pada pencapaian berat badan (BB) ayam yang tidak sesuai dengan standar. Saat memasuki masa produksi, ayam dengan BB di bawah standar tidak akan memulai produksi telur dan jika berproduksi pun akan dihasilkan telur berukuran kecil dalam waktu yang relatif lama. Bentuk telur kecil (abnormal) (Sumber : Dok. Medion)
Selain itu, periode produksi menjadi mundur dengan jumlah produksi yang rendah. Begitu juga sebaliknya, pertumbuhan BB yang melebihi standar akan menyebabkan produksi telur menjadi turun dengan ukuran telur yang besar. Selain itu juga sering memicu terjadinya kasus prolapsus. Kejadian prolapsus tentunya akan sangat berakibat fatal karena berdampak pada kerusakan permanen saluran telur sehingga ayam berhenti berproduksi. Adanya timbunan lemak tersebut juga akan menghambat proses pembentukan telur (produksi telur rendah).
Manajemen pemeliharaan
Kegagalan manajemen pemeliharaan ayam laga tak pelak lagi juga mengakibatkan penurunan jumlah produksi dan kualitas telur. Tindakan manajemen tersebut mencakup banyak hal, antara lain
sebagai berikut :
1. Kurangnya pencahayaaan atau tidak cukupnya intensitas cahaya
Ayam yang sudah memasuki masa produksi telur, membutuhkan 16 jam pencahayaan untuk memelihara jumlah produksi telur tetap optimal. Faktor pencahayaan saat masa pullet juga berhubungan erat dengan pencapaian berat, ukuran telur dan kematangan saluran reproduksi. Secara umum ayam yang mengalami kematangan seksual terlalu dini (belum cukup umur) akan memproduksi telur dengan ukuran kecil. Demikian juga sebaliknya ketika kematangan seksual terlambat, maka ayam akan memproduksi telur dengan ukuran besar (abnormal).
Atur program pencahayaan dalamkandang (Sumber : www.trobos,com)
2. Faktor stres
Stres dapat menyebabkan turunnya produksi telur. Stres yang biasa terjadi meliputi stres akibat perubahan cuaca/suhu (kedinginan atau kepanansan), pindah kandang, serangan parasit dan perlakuan kasar. Stres yang ditimbulkan akibat suara gaduh atau perlakuan kasar dapat menyebabkan proses pembentukkan kerabang telur tidak berlangsung secara sempurna.
Kedinginan adalah stres yang paling sering terjadi selama musim penghujan. Dalam kondisi ini pencahayaan berkurang dan berakibat tidak terangsangnya hormon reproduksi untuk memproduksi telur. Sebaliknya stres akibat cuaca panas, menyebabkan ayam lebih banyak minum dan mengurangi aktivitas konsumsi ransum sehingga kebutuhan nutrisi untuk pembentukan telur tidak terpenuhi.
Kondisi ini dapat menyebabkan produksi telur turun, demikian pula dengan kualitasnya. Selama cuaca panas, ayam akan melakukan panting (megap-megap) sehingga mengeluarkan banyak karbondioksida (CO 2). Pada pembentukan telur, CO 2 diperlukan untuk membentuk kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang berguna untuk menyusun kerabang telur. Akibat CO 2 berkurang maka kerabang akan lebih tipis dan mudah retak.
Mengatasi Berbagai Problematika Produksi Telur
Berdasarkan berbagai faktor yang telah dijabarkan di atas, maka tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan produksi telur ialah :
Faktor infeksius
Untuk mengatasi masalah penurunan produksi yang bekaitan dengan faktor infeksius, dalam hal ini kita harus mencegah terjadinya infeksi penyakit melalui pelaksanaan program vaksinasi dan penerapan biosekuriti. Untuk mengatasi kasus karena infeksi penyakit seperti ND, AI, EDS dan IB, lakukan program vaksinasi sesuai kondisi peternakan setempat. Untuk ayam laga yang telah memasuki masa produksi, sebaiknya lakukan pula monitoring titer antibodi ND, AI, EDS dan IB secara rutin.
Faktor noninfeksius
Perbaiki manajemen pemeliharaan Lakukan kontrol berat badan (BB) ketika periode starter dan grower (pullet ) serta usahakan agar ayam tidak terlalu gemuk atau terlalu kurus (± 10% dari berat badan standar)
Atur program pencahayaan.
Telur kecil yang disebabkan karena tingkat kematangan seksual terlalu dini, biasanya sulit untuk diatasi karena organ reproduksinya sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Untuk memperoleh telur dengan ukuran yang optimal, jangan memberi tambahan cahaya pada ayam periode grower sebelum ayam tersebut mencapai BB 1550-1600 gram (siap berproduksi)
Ciptakan kondisi yang nyama selama masa pemeliharaan.
Sediakan air minum dan tempat minum dalam jumlah yang cukup, buka tirai lebar-lebar, pasang kipas angin, ganti sekam yang basah, dan lakukan penyemprotan kandang dengan menggunakan desinfektan seperti Antisep atau Neo Antisep.
Selain itu juga harus menghindarkan dan meminimalkan faktor penyebab stres pada ayam seperti cuaca panas atau suara gaduh. Jika perlu, ayam dipuasakan makan 1-2 jam selama cuaca panas pada siang hari untuk mengurangi panas yang dikeluarkan oleh tubuhnya
Ciptakan kondisi kandang yang nyaman untuk ayam (Sumber : Dok. Medion)
Penuhi kebutuhan nutrisi ransum
Berikan ransum dengan nutrisi yang sesuai kebutuhan ayam di tiap periode pemeliharaannya terutama untuk kandungan protein, asam amino, energi, asam lemak, kalsium, fosfor dan vitamin D (karena sangat berperan pada pembentukan telur).
Untuk mengatasi kekurangan Ca, dapat ditambahkan grit (tepung kulit kerang) dalam ransum. Grit merupakan sumber kalsium yang baik.
Pada ayam umur 3-10 minggu, grit diberikan sebanyak 3 g/ ekor/hari, dengan ukuran grit berdiameter 2-3 mm. Sedangkan pada umur > 10 minggu, berikan grit sebanyak 4-5 g/ekor/hari dengan ukuran grit berdiameter 3-5 mm
Perlu diingat juga bahwa penyerapan Ca oleh tubuh ayam dipengaruhi oleh kecukupan vitamin D. Oleh sebab itu selain pemberian grit , perlu ditambahkan juga suplemen vitamin seperti Strong Egg atau Egg Stimulant. Egg Stimulant juga berguna untuk mempercepat tercapainya produksi telur yang maksimal sekaligus mempertahankan produksi telur tetap tinggi. Selain itu, suplementasi asam amino (methionine dan lysine), khususnya yang terkandung dalam Aminovit dan Top Mix mampu menambah produksi dan berat telur. Bila kualitas ransum kurang baik, tambahkan Top Mix untuk meningkatkan kualitasnya.
Mempertahankan produksi telur sesuai dengan standar memang membutuhkan berbagai tindakan penanganan yang tepat. Jika peternak merasakan mulai terjadi penurunan produksi telur, segera lakukan anamnesa disertai dengan pembacaan recording produksi sebagai langkah awal diagnosa. Pada penurunan produksi yang disebabkan oleh faktor infeksi penyakit, langkah selanjutnya ialah dengan mengamati gejala klinis yang tampak, perubahan patologi anatomi yang terjadi dan lakukan pemeriksaan uji laboratorium untuk meneguhkan diagnosa.
Langkah-langkah tersebut penting dilakukan untuk mendeteksi secara dini penyebab turunnya produksi sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut melalui program antisipasi yang tepat.